Empati Di Atas Ekspektasi
03.29Tahun 2020 hampir berakhir. Tidak terasa sudah menapaki hari-hari di masa pandemi. Mulai dari beradaptasi hingga membangun pola-pola kebiasaan baru. Hampir 10 bulan dalam tahun 2020 ini, waktu kita banyak berhadapan dengan layar-layar yang penuh kata, gambar dan suara. Entah berapa ratus file yang mungkin sudah kita unduh. Entah berapa ribu tautan yang kita buka dan kunjungi. Entah berapa juta pertemuan lewat gambar dan suara yang kita jalani.
Kita menjadi terbiasa menggenggam gawai dan membuka laptop, bahkan lebih dari waktu kerja yang delapan jam. Komunikasi fisik dengan banyak orang, hampir sulit kita temui. Ekspresi, gerakan, bahasa tubuh yang biasanya menjadi sinyal komunikasi....tak selalu mudah kita dapati. Komunikasi jadi tergantung pula dengan jaringan dan kemudahan akses.
Semakin kita harus banyak memaklumi bila komunikasi tidak terwujud seperti yang diingini. Sebab banyak faktor-faktor di luar diri yang memengaruhi. Tapi lagi-lagi kita harus mengingat, bahwa rasa empati harus jauh lebih tinggi daripada sekedar hal teknis dan teknologi. 2020 adalah tahun yang bagi kita semua terus mengalir sapaan dan harapan 'apa kabar', 'semoga baik dan sehat', 'tetap semangat', 'bersama lewati pandemi', dan banyak kasih yang patut kita syukuri 🍃🍃
Empati di atas ekspektasi. Salah satu yang terlintas di benak ketika kilas balik mengingat musim yang sudah & sedang berjalan di tahun 2020. Ekspektasi jadi bahan bakar untuk kita maju dan bergerak. Tapi itu tak mengaburkan itikad kita untuk melatih diri semakin berempati pada banyak orang, pada banyak hal. Waktu kita 'menanam' & 'bertumbuh' dengan empati, kita belajar percaya itu akan 'berbunga' 'berbuah' menjadi kebaikan yang diteruskan, tidak berhenti untuk diri sendiri
Dan kita mendapati pelajaran yang sungguh berarti. Semakin bersyukur dan semakin berani berkata "cukup" akan banyak hal. Perjalanan kita bukan ditentukan oleh saluran-saluran dan media sosial. Ini adalah tempat untuk kita saling berbagi dan mengingatkan, tak bermaksud untuk menggurui. Perjalanan yang sesungguhnya adalah di luar layar-layar ini.
Perjalanan sesungguhnya adalah di dalam rumah kita, di dalam hubungan dengan keluarga, teman, sahabat, dan orang-orang di sekeliling. Gawai dan laptop adalah tetap alat untuk kita terkoneksi satu sama lain. Namun koneksi yang sesungguhnya adalah ketika kita "hadir" (walau tak harus secara fisik) tapi hadir saat sedang berkomunikasi, mendengarkan, menaruh hati dan pikiran dalam empati. Tidak sekedar komunikasi lewat saluran-saluran ini, tapi terkoneksi..terhubung satu sama lain.
Waktu, nilai hidup, catatan perjalanan 'mengetuk' dengan caranya, membekali diri untuk berempati di atas ekspektasi.
Semangat untuk semua terus bergerak, belajar, bermakna.
#EmpatiDiAtasEkspektasi
✍✍✍Penny Hutabarat
17.12.2020
0 komentar